Prinsip Estetik

 Prinsip Estetik

Selain unsur senirupa juga ada unsur estetik  Prinsip Estetik
 Prinsip Estetik

jelaskan yang dimaksud prinsip estetika - Prinsip Estetik

Selain unsur senirupa juga ada unsur estetik, yaitu azas atau prinsip untuk mengubah atau merencana dalam proses mencipta nilai-nilai estetik dengan penerapan unsur-unsur senirupa. Untuk ini dibutuhkan rancangan (design), yang karenanya azas atau prinsip estetik sering disebut pula prinsip disain dalam proses mencipta karya.
Sebagai nilai estetik, prinsip estetik yang akan disebut dibawah ini tidak selalu harus berurutan dan lengkap. Penampilan prinsip estetik dari tiap kreator berbeda sesuai dengan pertimbangan pribadinya seperti yang terdapat dalam seni tradisional dan kesenian modern.
Rumusan prinsip estetik merupakan hukum atau kaidah seni yang berfungsi sebagai sumber acuan dalam berkarya seni. Tiap bangsa dan tiap zaman pada hakekatnya memiliki hukum seni yang berbeda.

Prinsip estetik atau prinsip disain:
1.Kesatuan (Unity)
dalam berkarya prinsip utama yang harus dipenuhi ialah prinsip kesatuan, untuk itu dalam merancang secara sempurna perlu dipikirkan keutuhan dan kesatuan antara semua unsur senirupa disamping keutuhan antara unsur seni dan gagasan (idea) sebagai landasan mencipta. Sebagai contoh penampilan prinsip kesatuan dalam karya senirupa; disain dalam arsitektur mencerminkan prinsip kesatuan apabila ada kesatuan antara bagian-bagian bentuk dari struktur bangunan, ada kesatuan antara ruang-ruang dan penggunaan warna, ada kesatuan antara bentuk bangunan dengan lingkungan, ada kesatuan antara bentuk dan fungsi bangunan sesuai dengan ide dasar.

2.Keseimbangan (Balance)
keseimbangan merupakan prinsip dan penciptaan karya untuk menjamin tampilnya nilai-nilai keselarasan dan keserasian yang mendukung prinsip kesatuan dengan menggunakan unsur-unsur seni. Karena fungsinya yang menampilkan nilai-nilai keserasian dan keselarasan maka prinsip ini juga sering disebut prinsip harmoni.

Ada tiga prinsip keseimbangan:
keseimbangan formal; pada karya menampilkan nilai keindahan yang bersifat formal atau resmi. Prinsip ini sering dipakai dalam karya seni yang berlandaskan agama atau kepercayaan dan dalam lingkungan tertentu untuk mendukung nilai-nilai kejiwaan seperti keagungan, kekhidmatan, kekhusukan dan sebagainya. Contoh penampilan prinsip keseimbangan formal dalam karya senirupa ialah dalam pembuatan disain yang simetris dan statis. Disain grafis untuk piagam atau ijazah yang simetris memberikan kesan resmi dan formal. Disain simetris ini juga dapat dipakai untuk mendirikan bangunan gereja seperti bagian atap, penempatan jendela dan tiang dan lain sebagainya. Demikian pula dalam menyusun komposisi garis, bidang, bentuk dan warna untuk karya-karya senirupa yang sifatnya resmi didasarkan pada komposisi yang simetris dan statis.
keseimbangan informal; pada karya menampilkan nilai kebalikan dari keseimbangan formal yaitu menghendaki sifat lincah, hidup, penuh dengan dinamika dan pada prinsip keseimbangan informal ini menghasilkan disain asimetris.
keseimbangan radial; disamping prinsip keseimbangan formal dan prinsip keseimbangan informal pada karya masih dapat ditemukan ciptaan yang berdasarkan prinsip keseimbangan yang lain, seperti keseimbangan radial yaitu keseimbangan yang memberikan kesan memusat atau sentral. Dalam prinsip keseimbangan radial terdapat unsur penting yang diletakkan di pusat pada rancangan disainnya. Pada karya senirupa dapat dikemukakan contoh yang banyak dijumpai pada arsitektur. Penempatan bagian-bagaian dari tiap jenjang yang tampak pada denah Candi Borobudur terasa adanya unsur utama dalam keseluruhan bangunan yang dipentingkan, yaitu induk stupa di puncak candi. Secara keseimbangan radial semua unsur dari candi itu secara fisik terpusatkan pada induk stupa di puncak.

3.Irama (Rhythm)
dalam penciptaan karya seni untuk menekankan keseimbangan yang mendukung gerak (movement) atau arah (direction) dengan menggunakan unsur-unsur seni. Irama dapat dihayati secara visual atau auditif jika ada gerak seperti yang dapat kita hayati pula di alam, misalnya irama dari gelombang laut, gerakkan gumpalan awan, gelombang suara dari angin dan lain sebagainya. Gerak atau arah tersebut dapat menggugah perasaan tertentu seperti keberaturan, berkelanjutan, dinamika dan sebagainya. Sesuai dengan kehadiran gerak dan arah tersebut maka irama yang tampil dalam karya meliputi:
irama berulang (repetitif): dapat dijumpai pada penempatan jendela atau pintu pada sebuah bangunan dengan jarak yang sama serta ukuran yang sama pula. Hal serupa dapat kita jumpai pada susunan bagian-bagian dari suatu taman yang serba berulang dan teratur sehingga menimbulkan kesan irama yang berulang.
irama silih berganti (alternatif): dipakai dalam penciptaan karya senirupa untuk tidak sekedar mengulang-ulang unsur-unsur seni dalam bentuk dan warna yang sama, tetapi mencari kemungkinan lain dalam usaha untuk menimbulkan kesan irama.
irama laju/ membesar atau mengecil (progresif): lebih mudah dapat dihayati dalam seni gerak. Dalam penempatan unsur-unsur garis, bentuk dan warna pada komposisi prinsip irama laju (progresif) dapat dicapai dengan jarak dan arah tertentu.
irama lamban atau beralun/ mengalir atau bergelombang: prinsip ini kebalikkan dari irama laju yang dapat dicapai dalam karya seni.

4. Proporsi
Adalah prinsip dalam penciptaan karya untuk menekankan hubungan satu bagian dengan bagian lain dalam usaha memperoleh kesatuan melalui penggunaan unsur-unsur seni.
Proporsi sebagai prinsip dalam penentuan nilai estetik, oleh seniman dipakai untuk memberikan kesan kesatuan bentuk ekspresi. Hal ini dapat dilaksanakan berdasarkan perhitungan matetamtis dan ilmiah seperti pada seni patung Yunani dn arsitektur Mesir, tapi juga berdasarkan emosi dan intusi sesuai dengan kebebasan seniman.
Hukum proporsi yang dikenal adalah golden section dari orang Yunani yang juga dipakai kembali oleh pematung dan pelukis pada masa Rennaissance. Sejak awal masa filsafat Yunani orang telah berusaha untuk menemukan hukum-hukum geometris didalam seni, karena apabila seni (yang menurut mereka identik dengan keindahan) adalah harmoni, sedangkan harmoni adalah proporsi yang cocok dari hasil pengamatan, tentulah masuk akal untuk menganggap bahwa proporsi-proporsi tersebut sudah tertentu. Maka proporsi geometris yang terkenal dengan nama golden section itu selama berabad-abad dipandang sebagai jawaban dari misteri seni ini dan ternyata pemakaiannya amat universal, tidak sekedar didalam seni tetapi juga di alam, yang pada suatu saat diperlakukan dengan menggunakan pandangan keagamaan.
Seringkali golden section dipergunakan untuk menentukan proporsi yang tepat antara panjang dan lebar pada empat persegi panjang pada jendela dan pintu-pintu, pigura-pigura serta buku atau majalah.
Di Bali kita kenal Hasta Kosala-Kosali yang berasal dari unit tubuh manusia untuk mengukur proporsi bangunan.

5. Aksentuasi/Dominasi (Emphasis)
Merupakan prinsip dalam penciptaan karya yang mengikat unsur-unsur seni dalam kesatuan. Prinsip aksentuasi menampilkan pusat perhatian dari seluruh kesatuan karya. Ada beberapa cara dalam menempatkan aksentuasi, yaitu:

pengelompokan yaitu dengan mengelompokkan unsur-unsur yang sejenis. Misalnya mengelompokkan unsur yang sewarna, sebentuk dan sebagainya.
Pengecualian yaitu dengan cara menghadirkan suatu unsur yang berbeda dari lainnya.
Arah yaitu dengan menempatkan aksentuasi sedemikian rupa sehingga unsur yang lain mengarah kepadanya.
Kontras yaitu perbedaan yang mencolok dari suatu unsur di antara unsur yang lain. Misalnya menempatkan warna kuning di antara warna-warna teduh.


seni?
Keterasaan pada aktifitas seni rupa namun tak dinyatakan atau bahkan tak terdefinisikan sangat tidak adil bila diarahkan pada kesalahan. Begitu juga seni rupa yang gampang disusupi pada persoalan keterasaan yang minim dari ungkapan atau definisi terutama dari publik luas. Hal seperti ini mungkin hanya akan berlaku ketika keterasaan dan pengakuan pada apa itu seni rupa masih terkoptasi pada tradisi high art atau karya-karya ekspresi persoanal.ppd

How art made the world (bagaimana seni membentuk dunia) terbitan BBC mungkin bisa menjadi singgungan yang menarik dalam melihat persoalan terasa atau merasasakan. Sebuah kajian yang dipresentasikan Dr. Nigel Spivey mengupas bagaimana citra seni dimanfaatkan dan seni menjadi sesuatu yang sangat berpengaruh dalam membentuk dan membaca manusia saat mengenal realitas di sekitarnya. Namun demikian di sini saya tidak bermaksud membahas bagaimana film tersebut, melainkan mencoba memetik dan menganalogikan pandangan yang tersaji ke realitas pemanfaatan seni itu sendiri dalam ranah kehidupan.

2007

Salah satu kalimat yang menurut saya menarik dalam film tersebut adalah; “ How humans made art and art made human.” (bagaimana menusia membentuk seni dan seni membentuk manusia), atau rentangan kata yang menurut pandangan saya sangat dekat dengan peroses pernyataan keterasaan akan kekuatan citra melalui karya seni rupa. Kenapa persoalan yang diusung kalimat “How humans made art and art made human.” bisa berpotensi dan sangat dekat dengan peroses pernyataan keterasaan karya seni itu sendiri? Kejelasan yang telah ada akan lebih tampak lagi jika diurai dari praktek yang telah dicontohkan industrialisasi kapitalis terutama di ruang ruang publik seperti media cetak/elektronik, di pasar, jalanan bahkan di angkutan umum. Lebih tajamnya, jika ditelusuri dari sisi masyarakat yang berkomunikasi dengan karya seni para kapitalis itu sendiri, semisal billboard ceperalias papan iklan sebagai salah satu karya seni pilihan kapitalis, apa kira-kira yang terjadi pada masyarakat ketika melihatnya? Secara umum apa kemungkinan yang akan tergambar di benak setiap individu yang selalu berada di sekelilingnya? Jika mungkin ditarik salah satu indikator yang muncul saat masyarakat berkomunikasi dengan karya seni rupa tersebut, tak lain masyarakat akan memiliki kemampuan luar biasa untuk membaca kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya. Dan apa yang dilihatnya (karya seni kapitalis) itu juga seperti mampu memberi solusi dalam menutupi kekurangan yang terbaca tersebut (seperti iklan bedak, pembersih muka, pakaian, HP dan seterusnya). Tidak hanya itu, realitas-realitas imajiner yang dibangun karya seni tersebut dengan sendirinya terintegrasikan secara sadar atau tidak pada pola-pola kehidupan masyarakat. Alhasil prilaku yang terbentuk akibat pencitraan karya seni tersebut jelas berpotensi membangun konstruksi sosial masyarakat “baru” serta pencangkokan epistemologi metaforis buatan kapitalis. Pun demikian kinerjanya, juga disadari sangat tipis sekali kemungkinan akan masyarakat paham media yang mempengaruhi mereka tersebut merupakan karya seni yang selama ini mungkin dianggap remeh temeh. Inilah yang dimaksud keterasaan karya seni tetapi tidak dinyatakan secara eksplisit.

Kendati demikian, jangan heran dengan seniman/masyarakat seni lainnya yang biasannya menghadirkan karya seni untuk kepentingan ekspresi personal dapat diharapkan dapat bersaing dalam wilayah pencitraan nilai-nilai/pesan sosial dan usaha untuk mengembangkan wacana pencerdasan bagi masyarakat. Hal ini terjadi tentu bukan persoalan ketidakpekaan senimannya, melainkan bisa akibat pencitraan yang tak berimbang. Sebab bagaimanapun pemahaman penuh kesadaran yang berkembang pada publik akan seni yang untuk mereka apresiasi secara mendalam adalah karya yang biasanya dipayungi tradisi high art kendati yang sangat berperan banyak dalam membentuk pemahaman dan aktivitas publik itu sendiri adalah karya seni yang mampu menembus ruang publik seperti karya-karya seni kapitalis.

Sejauh pengamatan, kesadaran akan hal ini juga sudah menjadi bahasan di kalangan seniman dan pemerhati seni katakanlah Indonesia. Namun apakah dari sisi publik luas keterasaan pada karya seni itu perlu disadari seperti bagaimana pelaku/pecinta seni memahaminya? Atau menjadikan masyarakat tidak perlu mendefinisikan apa yang mereka lihat melainkan nikmati dan jalani saja tanpa ada defenisi atau intrupsi.

Harus diakui bahwa hampir seluruh ruang-ruang strategis seperti televisi, surat kabar, termasuk persimpangan jalan bahkan angkutan umum telah dimanfaatkan sebagai alat komunikasi komersial seperti di kota-kota besar terutama Jakarta. Luar biasa para kapitalis itu! terutama untuk memanfaatkan apa saja demi mengepung pandangan masyarakat dengan dagangannya. Namun di sudut lain ternyata terdapat celah bagi tumbuhnya kesadaran lain dalam memanfatkan ruang publik seperti angkutan umum itu sendiri. Kalu kita coba bermain dalam rangka menjelajahi pemanfaatan karya seni mungkin bisa kita lihat dari sudut kepulauan Indonesia, misalnya saja kota Padang. Awalnya roses kreatif yang dilakukan pemilik angkutan memang hanya untuk kepuasan personal. Namun seiring kesadaran akan pembacaan terhadap gejala publik akan kerja yang mereka lakukan berkembang untuk mengeser paradigma publik. Yaitu dengan menjadikan seni sebagai power dalam memikat perhatian konsumen (penumpang) dan singkat kata strategi merekapun berhasil. Lebih lanjutnya, pemilik angkutan umum yang menyentuh angkutannya dengan karya seni, secara mentalitas telah berpengaruh terhadap cara pandang masyarakat terhadap angkutan itu sendiri. Biasanya masyarakat tidak memiliki keinginan untuk persoalan memilih-milih angkutan berubah menjadi orang yang selektif dalam memilih angkutan yang akan dinaikinya terutama kawula muda. Namun di sini hal yang sangat menarik adalah adanya kesadaran memanfaatkan seni untuk kepentingan pencitraan tentunya. Sehingga seni yang mereka bentuk dengan sendirinya telah mengkonstruksi pemahaman publik terhadap sesuatau itu sendiri—seperti pandangan terhadap angkutan umum.

Kembali pada sejauh apa seni berpengaruh terhadap masyarakat atau personal mungkin dapat diukur dari sejauh apa pula kepentingan dalam memahami dan memanfaatkan seni itu sendiri. Dengan kata lain, membaca bagaimana masyarakat memosisikan seni dalam merefleksikan pemikiran atau gaya hidupnya dan hal inilah kemudian dibaca sebagai kesadaran alamiah/arbiteris akan seni itu sendiri. Namun hal yang tentu lebih berkontribusi adalah praktek yang mengarah pada kepentingan pemanfaatan ruang-ruang strategis dan sebisanya menjadi proiritas terutama untuk kerja pembangunan konstruksi sosial. Sehingga sisi lain yang menyadari segala hal yang aktual jikalau keaktualan itu sendiri tidak dapat membantu publik luas untuk memahami relitas sekelilingnya, mari mencaci-maki keaktualan yang tak berguna tersebut. Sebab keterasaan pada karya seni bagi masyrakat jelas sudah terasa dampaknya kendati tidak dibebani dengan definisi. Namun setidaknya harapan akan kesadaran pemaknaan filosofis mengapa karya seni sangat berpengaruh bisa diintegrasikan dengan makna-makna praktis dalam memaknai karya seni dan realitas. Sehingga praktek simbolik yang sampai sekarang masih dianggap penting bisa terus dimanfaatkan untuk membantu mengungkap dan menjawab tantangan zaman yang konon katanya tak kenal iba.


Dengan adanya informasi yang kami sajikan tentang  jelaskan yang dimaksud prinsip estetika

, harapan kami semoga anda dapat terbantu dan menjadi sebuah rujukan anda. Atau juga anda bisa melihat referensi lain kami juga yang lain dimana tidak kalah bagusnya tentang strategi pemasaran dan bauran pemasaran Tugas KWU

. Sekian dan kami ucapkan terima kasih atas kunjungannya.

buka mesin jahit : http://romantplur.blogspot.co.id/2009/11/prinsip-estetik.html

Previous
Next Post »